Minggu, 14 November 2010

KEKUATAN FINAL DAN MENGIKAT PUTUSAN MKRI

KEKUATAN FINAL DAN MENGIKAT PUTUSAN MKRI

Oleh: Winasis Yulianto*

 

 

PENDAHULUAN

            Perjalanan panjang pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah (pemilukada) Kabupaten Situbondo Tahun 2010, tampaknya masih panjang dan berliku. Belum ada tanda-tanda berakhir, dengan dilantiknya Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Situbondo sebagai hasil pemilukada tahun 2010 tersebut, sementara masa jabatan Bupati periode sebelumnya berakhir pada hari Rabu tanggal 11 Agustus 2010. Akibat belum dilantiknya Bupati baru, otomatis Kabupaten Situbondo akan mengalami kekosongan pemerintahan. Untuk menghindari kekosongan pemerintahan tersebut, Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Timur telah menunjuk seorang pelaksana tugas (Plt) Bupati Situbondo. (Radar Situbondo, 12/08/2010)

            Pertanyaan hukum yang dapat kita ajukan adalah, apakah putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI) Nomor 70/PHPU.D-VIII/2010 tidak cukup ampuh dalam menyelesaikan pilkada Kabupaten Situbondo Tahun 2010. Benarkah putusan MKRI bersifat final dan mengikat sebagaimana diamanahkah oleh Pasal 13 ayat (4) Peraturan MKRI Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pedoman Beracara Dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PMKRI)

            Penulis juga akan merunut ketentuan perundang-undangan dalam pemilukada, mulai dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hingga Peraturan KPU. Dari berbagai ketentuan di atas, akhirnya kita akan mengetahui apa yang harus dilakukan oleh penyelenggara pemilukada hingga DPRD di Kabupaten Situbondo.

            Penulisan ini tidak hendak ikut campur tangan, tetapi mengingatkan kembali yang menjadi kewajiban konstitusional kita bersama. Mudahan-mudahan tulisan ini menggugah hati dan pikiran kita, kepentingan masyarakat banyak (baca: Situbondo) harus lebih kita kedepankan dari hal-hal lain.

 

PUTUSAN MKRI

            Tanggal 28 Juni 2010, KPUD Situbondo melaksanakan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara hasil pemilukada tahun 2010. Dari hasil rekapitulasi, diketahui bahwa pasangan nomor urut 4, H. Dadang Wigiarto, SH dan Rachmad, SH., M.Hum, mengungguli pasangan calon lain. Tidak puas dengan hasil rekapitulasi tersebut, pasangan calon nomor urut 5, Drs. Sofwan Hadi, M.Si dan Sukarso, SE, dan pasangan calon nomor urut 1, Drs. H. Hadariyanto, MM dan H. Basoenondo, MM, mengajukan gugatan ke MKRI.

Berbagai pernak pernik persidangan terjadi hingga MKRI menetapkan putusan “Permohonan Pemohon tidak dapat diterima” karena objek permohonan Pemohon salah. Putusan MKRI tersebut dibacakan pada hari Selasa tanggal 3 Agustus 2010. Delapan dari sembilan orang hakim MKRI hadir dalam pembacaan putusan di atas, dan tak satupun hakim mengajukan dissenting opinion. Ini menunjukkan bahwa para hakim MKRI sepakat bahwa permohonan tidak dapat diterima.

Tidak hadirnya seorang hakim MKRI pada saat sidang pembacaan putusan tidak mempengaruhi keabsahan putusan. Pasal 13 ayat (2) PMKRI menyatakan bahwa “Putusan yang telah diambil dalam Rapat Permusyawaratan Hakim diucapkan dalam Sidang Pleno terbuka untuk umum yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 7 (tujuh) orang hakim konstitusi.” Dengan demikian, ketentuan Pasal 13 ayat (4) PMKRI yang menyatakan bahwa “putusan MKRI bersifat final dan mengikat” berlaku dalam sengketa hasil pemilukada Kabupaten Situbondo Tahun 2010.

Ketika seorang anggota tim kampanye pasangan calon nomor urut 5 berkomentar masih ada celah hukum terhadap putusan MKRI, penulis tidak sepakat dengan pernyataan tersebut. Sebagai orang yang banyak belajar tentang hukum tata negara, penulis tidak menemukan celah hukum yang dapat dilakukan, mengingat putusan MKRI bersifat final dan mengikat. Kalimat “final dan mengikat” mengandung makna tidak ada upaya hukum lain selain harus mematuhi putusan yang telah diambil oleh MKRI.

Kepatuhan kita terhadap putusan MKRI sedang diuji disini. Apakah kita sebagai warga yang patuh akan hukum, ataukah kita masih akan menafsirkan sebuah putusan yang jelas, tegas dan tidak lagi memerlukan tafsir hukum. Jawaban atas pertanyaan itu tidak perlu dengan melakukan press release, tetapi cukuplah disikapi dengan perbuatan nyata.

 

LANGKAH BERIKUTNYA

            Berdasarkan hasil putusan MKRI di atas, KPUD memiliki kewajiban untuk melaporkan kepada DPRD paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima salinan putusan. (Vide Peraturan KPU Nomor 73 Tahun 2009). Sudahkah kewajiban konstitusional KPUD ini dilaksanakan? Penulis merasa yakin bahwa KPUD tidak berani tidak melaksanakan kewajiban konstitusional ini. Logika pikir penulis, yang mengacu pada Pasal 22 ayat (5) UUD 1945, KPU sebagai penyelenggara pemilihan umum bersifat “nasional, tetap dan mandiri”.

            Bilamana logika penulis benar, berarti DPRD lah yang saat ini memiliki kewajiban konstitusional untuk mengusulkan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati terpilih kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Timur selambat-lambatnya 3 (tiga) hari. Ambang batas waktu 3 (tiga) hari ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta dalam Peraturan KPU Nomor 73 Tahun 2009.

            Penulis sangat memahami bahwa untuk pengusulan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati terpilih terikat pada mekanisme internal DPRD, yaitu tata tertib. Salah satu mekanisme internal yang harus dilalui adalah rapat paripurna DPRD yang khusus membahas pengusulan di atas. Untuk sahnya rapat paripurna, harus memenuhi sejumlah quorum tertentu. Sejauh pengetahuan penulis, DPRD baru satu kali melaksanakan rapat paripurna untuk membahas pengusulan, namun tidak tercapai quorum. Menjadi kewajiban konstitusional DPRD lah mengagendakan kembali rapat paripurna secepatnya.

            Sebagai lembaga yang sangat memahami konstitusi, DPRD akan sangat bersifat arif dan bijak dalam mematuhi perundang-undangan. DPRD tentu akan lebih mengedepankan kewajiban-kewajiban konstitusionalnya daripada mengedepankan kepentingan-kepentingan politik sesaat.

            Bilamana kewajiban konstitusional mengusulkan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati terpilih kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Timur sudah dilakukan, maka lunaslah kewajiban DPRD. Proses berikutnya yang ada di tangan Gubernur dan Menteri Dalam Negeri, bukan lagi menjadi otoritas DPRD.

 

PENUTUP

            Tinta emas, perak ataukah perunggu yang akan kita torehkan, tergantung apa yang akan kita perbuat. Kita akan dicatat sebagai orang yang patuh terhadap konstitusi atau tidak, itu tergantung pada sikap kita melaksanakan putusan MKRI dan perundang-undangan atau tidak. Jadi, kenapa kita tidak bergegas mulai sekarang.

 

           

           



* Winasis Yulianto, SH., M.Hum., Dosen Tetap dan Lektor Kepala pada Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh Situbondo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;