Kamis, 08 November 2012

AKSIOLOGIS HAK INTERPELASI
Oleh: Winasis Yulianto*

                FPPP-FPKB Resmi Usulkan Interpelasi (Radar Situbondo, 10/10/2012). Usulan hak interpelasi tersebut dianggap telah memenuhi syarat karena telah diajukan oleh minimal tujuh orang dan dari dua fraksi. Hak interpelasi tersebut diajukan kepada Bupati Situbondo berkaitan dengan kebijakan pengelolaan Pasir Putih. Karena sudah memenuhi persyaratan administratif, maka rencana penggunaan hak interpelasi tersebut akan dibawa ke Badan Musyawarah apakah dapat diparipurnakan atau tidak.
                Sebagai seorang akademisi, saya tidak memiliki pretensi apapun dengan tulisan ini. Tulisan ini merupakan cerminan rasa cinta saya terhadap Kabupaten Situbondo, tidak ada yang lain.


Normatif
                Benarkah persyaratan normatif sudah terpenuhi, itu pertanyaan pribadi saya tentang hak interpelasi yang akan diajukan  oleh DPRD Situbondo ke Bupati. Argumentasi saya sangat sederhana – walaupun saya tidak pernah membaca Tata Tertib DPRD Situbondo, saya menggunakan Pasal 349 ayat (2) UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Substansi Pasal 349 ayat (2) UU MD3 menyatakan bahwa Hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada bupati mengenai kebijakan pemerintah kabupaten yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pertanyaan saya, apakah alat ukur berdampak luas, karena UU MD3 tidak memberikan penjelasan makna berdampak luas. Apakah sudah ada upaya untuk melakukan kajian dalam masyarakat bahwa kebijakan Bupati dalam pengelolaan Pasir Putih memiliki dampak luas. Mudah-mudahan saya tidak ketinggalan informasi, bahwa telah dilakukan studi tentang itu.
                Bagi saya, persyaratan hak interpelasi terbagi menjadi dua syarat pokok: syarat kuantitatif dan kualitatif. Syarat kuantitatif, saya setuju sudah terpenuhi, yaitu minimal tujuh orang anggota DPRD dan dua fraksi. Tujuh orang anggota dari FPPP dam FKB sudah melakukan itu. Sedangkan syarat kualitatif, menurut saya belum terpenuhi, karena studi tentang kebijakan Bupati yang berdampak luas soal pengelolaan Pasir Putih belum dilakukan. Dengan demikian saya beranggapan bahwa syarat untuk hak interpelasi belum terpenuhi, dus, hak interpelasi belum dapat diajukan.
                Kaca mata normatif tentu berbeda dengan kaca politik. Pengalaman saya mengatakan seperti itu. Walaupun akademisi berbicara belum memenuhi syarat, tapi kalau politik mengatakan sudah memenuhi syarat, proses hak interpelasi show must go on. I don’t care with academic analyze, begitu kira-kira kata politisi.

Aksiologis Interpelasi
Saya berpretensi bahwa setiap anggota DPRD Situbondo adalah negarawan, yang mencintai kebijaksaan (wisdom). Kalau pretensi saya benar, maka segala perilaku dan pola pikir selalu berpilar utama kepada ontologis, epistimologis dan aksiologis.
Ontologis berbicara tentang hakikat, jadi apa sebenarnya pokok permasalahan yang sedang dihadapi.  Apa sebenarnya dan bagaimana kebijakan Bupati tentang pengelolaan Pasir Putih.  Dari kebijakan Bupati, apa kekurangan dan kelebihannya. Pikiran itu harus integral, menyeluruh, dan demi kemanfaatan bersama masyarakat Situbondo, bukan pikiran lain yang melandasinya.
Epistimologi adalah bagaimana cara atau metode pengambilan keputusan yang telah diambil oleh Bupati. Apakah metode yang diambil oleh Bupati dalam pengambilan keputusan sudah tepat atau belum. Kalau belum tepat, beri masukan Bupati bagaimana seharusnya metode pengambilan keputusan yang tepat. Saya yakin Bupati akan wellcome terhadap segala masukan yang konstruktif.
Ketiga adalah aksiologis, apa kegunaan dari kebijakan yang diambil oleh Bupati. Kalau kebijakan Bupati dalam rangka menarik investor datang ke Situbondo, mengapa kita harus ribut-ribut dengan hak interpelasi. Kekhuatiran saya, orang atau institusi yang akan berinvestasi ke Situbondo akan menaruh stigma bahwa kita tidak kondusif, sedikit-sedikit ribut. Kalau stigma ini ada di kita, jangan harapkan akan datang investor ke Situbondo. Yang rugi tentu kita semuadan kita semua tidak menginginkannya
Wahai anggota DPRD Situbondo, pertimbangkan kembali hak interpelasi yang akan diajukan ke Bupati. Hak interpelasi akan memakan waktu yang tidak sebentar dan pikiran kita akan terkuras habis untuk itu. Bukankah lebih baik tenaga dan pikiran kita gunakan untuk membangun kota tercinta kita. Toh kalau kemakmuran meningkat, yang tercatat di dalam sejarah Situbondo ya panjenengan-panjenengan semua - bukan saya.
So, let’s do the best for Situbondo. Thank you.



* Winasis Yulianto, SH., M.Hum., dosen tetap Fakultas Hukum Universitas Abdurachman Saleh Situbondo.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;