AKSIOLOGIS
HAK INTERPELASI
Oleh: Winasis Yulianto*
FPPP-FPKB
Resmi Usulkan Interpelasi (Radar
Situbondo, 10/10/2012). Usulan hak interpelasi tersebut dianggap telah
memenuhi syarat karena telah diajukan oleh minimal tujuh orang dan dari dua
fraksi. Hak interpelasi tersebut diajukan kepada Bupati Situbondo berkaitan
dengan kebijakan pengelolaan Pasir Putih. Karena sudah memenuhi persyaratan administratif,
maka rencana penggunaan hak interpelasi tersebut akan dibawa ke Badan
Musyawarah apakah dapat diparipurnakan atau tidak.
Sebagai
seorang akademisi, saya tidak memiliki pretensi apapun dengan tulisan ini.
Tulisan ini merupakan cerminan rasa cinta saya terhadap Kabupaten Situbondo,
tidak ada yang lain.
Normatif
Benarkah persyaratan normatif sudah terpenuhi, itu pertanyaan pribadi saya
tentang hak interpelasi yang akan diajukan
oleh DPRD Situbondo ke Bupati. Argumentasi saya sangat sederhana –
walaupun saya tidak pernah membaca Tata Tertib DPRD Situbondo, saya menggunakan
Pasal 349 ayat (2) UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (UU MD3). Substansi Pasal 349 ayat (2) UU MD3 menyatakan bahwa
Hak interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada bupati mengenai
kebijakan pemerintah kabupaten yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Pertanyaan saya, apakah alat ukur berdampak luas, karena UU MD3 tidak
memberikan penjelasan makna berdampak luas. Apakah sudah ada upaya untuk
melakukan kajian dalam masyarakat bahwa kebijakan Bupati dalam pengelolaan
Pasir Putih memiliki dampak luas. Mudah-mudahan saya tidak ketinggalan
informasi, bahwa telah dilakukan studi tentang itu.
Bagi
saya, persyaratan hak interpelasi terbagi menjadi dua syarat pokok: syarat
kuantitatif dan kualitatif. Syarat kuantitatif, saya setuju sudah terpenuhi,
yaitu minimal tujuh orang anggota DPRD dan dua fraksi. Tujuh orang anggota dari
FPPP dam FKB sudah melakukan itu. Sedangkan syarat kualitatif, menurut saya
belum terpenuhi, karena studi tentang kebijakan Bupati yang berdampak luas soal
pengelolaan Pasir Putih belum dilakukan. Dengan demikian saya beranggapan bahwa
syarat untuk hak interpelasi belum terpenuhi, dus, hak interpelasi belum dapat diajukan.
Kaca
mata normatif tentu berbeda dengan kaca politik. Pengalaman saya mengatakan
seperti itu. Walaupun akademisi berbicara belum memenuhi syarat, tapi kalau
politik mengatakan sudah memenuhi syarat, proses hak interpelasi show must go on. I don’t care with academic analyze, begitu kira-kira kata politisi.
Aksiologis
Interpelasi
Saya
berpretensi bahwa setiap anggota DPRD Situbondo adalah negarawan, yang
mencintai kebijaksaan (wisdom). Kalau
pretensi saya benar, maka segala perilaku dan pola pikir selalu berpilar utama kepada
ontologis, epistimologis dan aksiologis.
Ontologis
berbicara tentang hakikat, jadi apa sebenarnya pokok permasalahan yang sedang
dihadapi. Apa sebenarnya dan bagaimana
kebijakan Bupati tentang pengelolaan Pasir Putih. Dari kebijakan Bupati, apa kekurangan dan
kelebihannya. Pikiran itu harus integral, menyeluruh, dan demi kemanfaatan
bersama masyarakat Situbondo, bukan pikiran lain yang melandasinya.
Epistimologi
adalah bagaimana cara atau metode pengambilan keputusan yang telah diambil oleh
Bupati. Apakah metode yang diambil oleh Bupati dalam pengambilan keputusan
sudah tepat atau belum. Kalau belum tepat, beri masukan Bupati bagaimana
seharusnya metode pengambilan keputusan yang tepat. Saya yakin Bupati akan wellcome terhadap segala masukan yang
konstruktif.
Ketiga adalah
aksiologis, apa kegunaan dari kebijakan yang diambil oleh Bupati. Kalau kebijakan
Bupati dalam rangka menarik investor datang ke Situbondo, mengapa kita harus
ribut-ribut dengan hak interpelasi. Kekhuatiran saya, orang atau institusi yang
akan berinvestasi ke Situbondo akan menaruh stigma bahwa kita tidak kondusif,
sedikit-sedikit ribut. Kalau stigma ini ada di kita, jangan harapkan akan
datang investor ke Situbondo. Yang rugi tentu kita semuadan kita semua tidak
menginginkannya
Wahai anggota
DPRD Situbondo, pertimbangkan kembali hak interpelasi yang akan diajukan ke
Bupati. Hak interpelasi akan memakan waktu yang tidak sebentar dan pikiran kita
akan terkuras habis untuk itu. Bukankah lebih baik tenaga dan pikiran kita
gunakan untuk membangun kota tercinta kita. Toh
kalau kemakmuran meningkat, yang tercatat di dalam sejarah Situbondo ya
panjenengan-panjenengan semua - bukan saya.
So, let’s do the best for Situbondo. Thank
you.
* Winasis
Yulianto, SH., M.Hum., dosen tetap Fakultas Hukum Universitas
Abdurachman Saleh Situbondo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar